Bedanya Keputusan Berani dan Bodoh Untuk Memuali Usaha Sendiri

Saya rasa merintis usaha adalah jalan satu-satunya agar saya memiliki hidup yang lebih baik. Setidaknya alasan itu cukup untuk mendorong saya mengorbankan tabungan terakhir saya untuk memulai usaha sendiri.
Kenyataannya, sulit untuk membedakan keputusan yang berani dengan yang bodoh. Apakah mungkin saya telah membuat keputusan yang bodoh?
Selama 1 tahun merintis startup akhirnya saya mengetahui keputsan mana yang berani dan mana yang bodoh. Saya mempelajari kesalahan saya sendiri termasuk juga kesalahan orang lain. Setidaknya ada 5 hal yang membedakan mana yang berani dan mana yang bodoh.

Sudah 1 tahun lebih saya menjalankan startup. Pahit? Tidak bisa dihindari. Sulit? Memang sudah seharusnya. Apapun itu saya mencoba untuk berpikir positif. Walaupun sulit, setidaknya saya memilih kesulitan saya sendiri. Walaupun pahit, setidaknya saya bisa meracik bumbu sendiri
Persiapan
Coba bayangkan kali ini anda pergi ke suatu tempat yang jauh dan belum pernah anda bayangkan sebelumnya. Apa yang mungkin anda perlukan untuk sampai tujuan? Arah? Rute? Navigasi? Kendaraan? Bahan Bakar? Anda perlu persiapan. Mengambil keputusan bodoh untuk memulai usaha sama seperti pergi ke tempat yang jauh tanpa arah, rute, bahkan kendaraan.
Persiapan adalah satu hal, tapi kuncinya adalah tidak berlebihan. Bawalah persediaan secukupnya untuk mengantarkanmu sampai ke tujuan. Banyak perintis yang saya temukan tidak pernah sampai ke tujuan bukan karena tersesat, tetapi karena tidak pernah memulai. Oleh karena itu, mulailah dengan persiapan yang secukupnya.
"...janganlah kamu berlebih-lebihan..." (Qs. Al-Ma'idah).
Mindset
Saya mendengar banyak cerita tentang startup yang cerdas, tetapi hampir semuanya gagal pada tahun pertama. Karena itu saya semakin yakin kecerdasan saja tidak cukup. Tetapi, mindset menentukan akhir dari ceritanya.
Seseorang dengan Growth Mindset percaya bahwa kemampuan dan kecerdasan dapat dikembangkan melalui usaha, pembelajaran, dan ketekunan. Mereka melihat tantangan sebagai kesempatan untuk berkembang dan tidak takut menghadapi kegagalan.
Di sisi lain, seseorang dengan Fixed Mindset percaya bahwa kemampuan dan kecerdasan adalah bawaan dan tidak dapat diubah. Mereka cenderung menghindari tantangan karena takut gagal dan mengungkapkan keterbatasan mereka.
Seorang entrepreneur dengan Growth Mindset akan lebih siap menghadapi berbagai tantangan dan rintangan. Mereka akan terus belajar dari kesalahan, beradaptasi dengan perubahan pasar, dan mencari solusi kreatif untuk masalah yang dihadapi.
Konsistensi
Saya teringat dengan nasihat teman saya "Membangun usaha itu seperti membangun gedung, Kamu harus konsisten meletakkan batu demi batu setiap hari". Saya membayangkan, apa jadinya jika saya melewatkan satu tiang dalam konstruksi gedung saya?
Setiap langkah menjadi fondasi utama keberhasilan, sekecil apapun itu.
Lingkungan
Saya juga belajar banyak tentang pentingnya lingkungan dalam berbisnis. Suatu hari, saya menghadiri sebuah seminar startup dan bertemu dengan salah satu pengusaha sukses. Dia bercerita bagaimana dia 'menjinakkan' kompetitornya. "Bayangkan kamu menempatkan ikan dalam akuarium kecil," katanya. "Mereka akan merasa sebagai ikan terbesar di sana, sementara kamu berenang bebas di lautan luas."
Sejak saat itu, saya menyadari dua hal. Pertama, bagaimana orang bodoh bisa sukses. Dan kedua, bagaimana banyak orang cerdas gagal. Seperti pepatah “Tunjukkan padaku teman-teman terdekatmu dan kutunjukkan padamu masa depanmu.”—anonim.
Sekalipun dia cerdas, jika dikelilingi oleh pemalas, dia tidak akan berkembang. Sekalipun dia bodoh, jika dikelilingi oleh orang disiplin, dia akan berkembang jauh di atas kemampuannya.
Grit
Konsep Grit yang diperkenalkan oleh Angela Duckworth dalam bukunya "Grit: Passion, Perseverance, and the Science of Success" sangat relevan dengan dunia kewirausahaan. Grit didefinisikan sebagai kombinasi dari passion (kegairahan) dan perseverance (ketekunan) dalam mencapai tujuan jangka panjang.
Dalam merintis usaha, Grit menjadi faktor kunci yang membedakan antara entrepreneur yang berhasil dan yang gagal. Passion membuat kita tetap bersemangat dan termotivasi dalam menjalankan usaha, bahkan ketika menghadapi tantangan. Sementara perseverance membuat kita tetap gigih dan pantang menyerah meskipun menghadapi kegagalan atau hambatan.
Duckworth menemukan bahwa Grit lebih menentukan kesuksesan daripada bakat atau IQ. Ini sangat relevan dalam dunia bisnis di mana banyak startup dengan ide brilian gagal karena kurangnya ketekunan dan ketahanan dalam menghadapi tantangan.
Dalam konteks merintis usaha, Grit membantu entrepreneur untuk:
- Tetap fokus pada visi jangka panjang meskipun menghadapi kesulitan jangka pendek.
- Belajar dari kegagalan dan terus mencoba strategi baru.
- Bertahan dalam fase sulit startup yang sering disebut "valley of death".
- Terus mengembangkan keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk sukses.
Dengan memiliki Grit, seorang entrepreneur lebih mungkin untuk bertahan dan akhirnya mencapai kesuksesan dalam usahanya, meskipun perjalanan tersebut penuh dengan tantangan dan ketidakpastian.
Kesimpulan
Menjalankan usaha adalah sebuah proses yang panjang. Seperti sebuah lari marathon, keberhasilanmu ditentukan seberapa konsisten kamu berlari. Memang kesempatan tidak pernah datang kedua kalinya. Namun, seperti pepatah:
The best time to plant a tree is 20 years ago
Benar kesempatan tidak akan datang lagi, tapi usaha akan membuka banyak kesempatan lainnya. Beranilah untuk memulai mengejar mimpimu!